Senandung Part II



“Bang, abang Sibuk?”
“Enggak, tapi lagi Mau Benerin Sepeda Syaqil. Kenapa mah?”
“yaudah, benerinlah dulu sepedanya, kalau sudah selesai ada yang pengen mama omongin.”
“apa rupanya ma? Serius sekali.” Sambil mencubit pipi istrinya
Dulu bagi Lastri suaminya itu adalah segalanya, tempat bercurah ketika lelah seharian mengurus buah hatinya, ketika masalah berdatangan dan tempat bermanja-manja, dia adalah sosok suami yang sempurna baginya, namun sikap itu kini tak istimewa lagi, sudah dua minggu lastri menyibukan diri berniat melupakan kejadian 6bulan yang sudah dilewati suaminya bersama mba ami, namun sayang setiap kali ingin melupakan ia semakin dihantui oleh prasangka-prasangkanya, kadang ia benci sekali melihat senyuman suaminya, padahal dulu baginya senyum suaminya adalah penyemangat hidupnya.
Sempat ia bertekad ingin mengadu pada mama mertuanya atas kelakuan suaminya, namun dia tidak tega, dia tidak mampu melukai hati mama mertuanya yang sangat sayang pada anak lelakinya itu.
Tubuh lastri mulai kurus, selama 2 minggu pasca bertemu langsung dengan mba ami, dia tidak bisa tidur.

**
“Ada apa mah?”
“ Kemarin, Mba Ami datang keisini Bang..”
Lastri melihat reaksi suaminya, suaminya terlihat santai, namun tidak bisa di pungkiri bahwa dia berlagak santai dan tidak terjadi apa-apa, suaminya menerawang jauh ke mata istrinya, dia melihat ada kekecewaan yang sangat dalam.
“apakah ada yang ingin abang sampaikan bang? Sebelum mama melanjutkan pembicaraan?
Suaminya duduk, wajahnya terlihat kecut, dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa
“sudah 6 bulan bang.. aku merasa berdosa menjadi seorang istri, kenapa bisa abang berpaling ke wanita lain, apa selama ini kebutuhan abang tidak terpenuhi? Apakah aku kurang menarik lagi dimata abang? Kenapa abang tidak pernah tegur mama? Kenapa abang mengaggap ini wajar bang? Maaf kan  mama bang, mama ikhlas kalau abang ingin menikah lagi, harusnya abang bilang, tidak begini caranya. Mama pasti mengizinkan abang menikah lagi. Maafkan mama..”
Kemudian suaminya memeluk istrinya sambil menangis, mengingat kebaikan-kebaikan serta pengorbanan istrinya selama ini.
“maafkan abang.. abang salah, tapi abang tidak ingin menikah lagi sungguh.. ini tidak seperti yang lastri bayangkan, abang dengan ami memang dekat, abang sering sekali main kerumahnya, atau sekedar jalan-jalan, namun abang tidak sampai melakukan hal-hal yang melanggar agama las, abang tidak tau kenapa.. naluri abang seperti kembali kemasa muda, ini berawal dari ami curhat masalah suaminya yang jarang pulang, lalu naluri kelaki-lakianku keluar untuk menghiburnya, mungkin cara abang salah.. namun abang tidak sampai sejauh itu las, sungguh.. abang sayang sama lastri.”

_END_
 



Komentar

Postingan Populer